Minggu, 16 Februari 2014

Manaqib Al-Faqih Al-Muqaddam Al-Imam Muhammad Bin Ali Ba’alawy

Beliau adalah Sayyidina Al-Faqih Al-Muqaddam Al-Imam Muhammad bin Ali bin Muhammad Shahib Mirbath bin Ali bin Alwi bin Muhammad bin Alwi bin Ubaidullah bin Al- Imam Al Muhajir Ahmad bin Isa bin Muhammad An-Naqib bin Al-Imam Ali Al-Uraidhi bin Ja’far As-Shadiq bin Al-Imam Muhammad Al-Baqir bin Al-Imam Ali Zainal Abidin bin Imam Hussein As-Sibthi bin Imam Ali bin Abi Thalib suami Sayyidah Al-Batul Fatimah Az-Zahra binti Rasullullah Muhammad saw. 

Imam Muhammad bin Ali dilahirkan di kota Tarim pada tahun 574 H, beliau anak laki satu-satunya dari Imam Ali bin Muhammad Shahib Mirbath yang menurunkan 75 leluhur kaum Alawiyin, sedangkan Imam Alwi bin Muhammad Shahib Marbath menurunkan 16 leluhur Alawiyin, termasuk di antaranya yang dikenal sebagai walisongo, di tanah Jawa, Indonesia. Sayyid Muhammad bin Ali yang terkenal dengan nama al-Faqih al-Muqaddam ialah poros sesepuh semua kaum Alawiyin.


Beliau seorang yang hafal Al-Qur’an serta menguasai makna yang tersurat dan tersirat dari Qur’an, dan selalu sibuk menuntut berbagai macam cabang ilmu pengetahuan agama, hingga di akui oleh Ulama Hadramaut saat itu bahwa beliau telah mencapai tingkat sebagai mujtahid mutlak. Beliau dikenal dengan gelar lain yakni Ustadzul A’zham (Guru besar) 

Beliau adalah Al-'Arif Billah, seorang ulama besar, pemuka para imam dan guru, suri tauladan bagi Al-'Arifin, penunjuk jalan bagi As-Salikin, seorang Quthb yang agung, imam bagi Thariqah Alawiyyah, seorang yang mendapatkan kewalian Rabbani dan karomah yang luar biasa, seorang yang mempunyai jiwa yang bersih dan perjalanan hidupnya terukir dengan indah. 

Beliau adalah seorang yang diberikan keistimewaan oleh Allah SWT, sehingga beliau mampu menyingkap rahasia ayat-ayat-Nya. Ditambah lagi Allah memberikannya kemampuan untuk menguasai berbagai macam ilmu, baik yang dhohir ataupun yang bathin. 

Beliau adalah yang pertama kali dan satu-satunya orang yang dijuluki 'Al-Faqih Al-Muqaddam' di kalangan Alawiyin. Gelar ini disandangnya karena beliau adalah seorang guru besar yang menguasai banyak sekali ilmu-ilmu agama diantaranya ilmu fiqih. Sedangkan gelar al-Muqaddam di depan gelar al-Faqih berasal dari kata Qadam yang berarti lebih diutamakan, karena beliau semasa hidupnya selalu diutamakan sampai setelah beliau wafat maqamnya yang berada di Zanbal Tarim sering diziarahi kaum muslimin sebelum mereka menziarahi maqam waliyullah lainnya. 

Beliau mengambil ilmu dari para ulama besar di jamannya. Di antaranya adalah Al-Imam Al-Allamah Al-Faqih Abul Hasan Ali bin Ahmad bin Salim Marwan Al-Hadhrami At-Tarimi. Al-Imam Abul Hasan ini adalah seorang guru yang agung, pemuka para ulama besar di kota Tarim. Selain itu beliau (Al-Faqih Al-Muqaddam) juga mengambil ilmu dari Al-Faqih Asy-Syeikh Salim bin Fadhl dan Al-Imam Al-Faqih Abdullah bin Abdurrahman bin Abu Ubaid (pengarang kitab Al-Ikmal Ala At-Tanbih). Gurunya itu, yakni Al-Imam Abdullah bin Abdurrahman, tidak memulai pelajaran kecuali kalau Al-Faqih Al-Muqaddam sudah hadir. Selain itu beliau (Al-Faqih Al-Muqaddam) juga mengambil ilmu dari beberapa ulama besar lainnya, diantaranya Al-Qadhi Al-Faqih Ahmad bin Muhammad Ba'isa, Al-Imam Muhammad bin Ahmad bin Abul Hubbi, Asy-Syeikh Sufyan Al-Yamani, As-Sayyid Al-Imam Al-Hafidz Ali bin Muhammad bin Jadid, As-Sayyid Al-Imam Salim bin Bashri, Asy-Syeikh Muhammad bin Ali Al-Khatib, Asy-Syeikh As-Sayyid Alwi bin Muhammad Shohib Mirbath (paman beliau) dan masih banyak lagi. 

Dalam mengambil sanad keilmuan dan thariqahnya, beliau mengambil dari dua jalur sekaligus. Jalur pertama adalah beliau mengambil dari orangtua dan pamannya, orangtua dan pamannya mengambil dari kakeknya, dan terus sambung-menyambung dan akhirnya sampai kepada Rasulullah SAW. Adapun jalur yang kedua, beliau mengambil dari seorang ulama besar dan pemuka ahli sufi, yaitu Sayyidina Asy-Syeikh Abu Madyan Syu'aib, melalui dua orang murid Asy-Syeikh Abu Madyan, yaitu Abdurrahman Al-Maq'ad Al-Maghrobi dan Abdullah Ash-Sholeh Al-Maghrobi. Kemudian Asy-Syeikh Abu Madyan mengambil dari gurunya, gurunya mengambil dari gurunya, dan terus sambung-menyambung dan akhirnya sampai kepada Rasulullah SAW. 

Di masa-masa awal pertumbuhannya, beliau menjalaninya dengan penuh kesungguhan dan mencari segala hal yang dapat mendekatkan diri kepada Allah. Beliau berpegang teguh pada Kitab Allah dan Sunnah Rasulullah, serta mengikuti jejak-jejak para Sahabat Nabi dan para Salafus Sholeh. Beliau ber-mujahadah dengan keras dalam mendidik akhlaknya dan menghiasinya dengan adab-adab yang sesuai dengan syariah. 
Beliau juga giat dalam menuntut ilmu, sehingga mengungguli ulama-ulama di jamannya dalam penguasaan berbagai macam ilmu. Para ulama di jamannya pun mengakui akan ketinggian dan penguasaannya dalam berbagai macam ilmu. Mereka juga mengakui kesempurnaan yang ada pada diri beliau untuk menyandang sebagai imam di jamannya. 

Mujahadah beliau di masa-masa awal pertumbuhannya bagaikan mujahadahnya orang-orang yang sudah mencapai maqam al-'arif billah. Allah-lah yang mengaruniai kekuatan dan keyakinan di dalam diri beliau. Allah-lah juga yang mengaruniai beliau berbagai macam keistimewaan dan kekhususan yang tidak didapatkan oleh para qutub yang lainnya. Hati beliau tidak pernah kosong sedetikpun untuk selalu berhubungan dengan Allah. Sehingga tampak pada diri beliau asrar, waridad, mawahib dan mukasyafah. 

Beliau adalah seorang yang tawadhu dan menyukai ketertutupan di setiap keadaannya. Beliau pernah berkirim surat kepada seorang pemuka para ahli sufi yang bernama Asy-Syeikh Sa'ad bin Ali Adz-Dzofari. Setelah Asy-Syeikh Sa'ad membaca surat itu dan merasakan kedalaman isi suratnya, ia terkagum-kagum dan merasakan asrar dan anwar yang ada di dalamnya. Kemudian ia membalas surat tersebut, dan di akhir suratnya ia berkata, "Engkau, wahai Faqih, orang yang diberikan karunia oleh Allah yang tidak dipunyai oleh siapapun. Engkau adalah orang yang paling mengerti dengan syariah dan haqiqah, baik yang dhohir maupun yang bathin." 

Berkata Al-Imam Asy-Syeikh Abdurrahman As-Saggaf tentang diri Al-Faqih Al-Muqaddam, "Aku tidak pernah melihat atau mendengar suatu kalam yang lebih kuat daripada kalamnya Al-Faqih Muhammad bin Ali, kecuali kalamnya para Nabi alaihimus salam. Kami tidak dapat mengunggulkan seorang wali pun terhadapnya (Al-Faqih Al-Muqaddam), kecuali dari golongan Sahabat Nabi, atau orang yang diberikan kelebihan melalui Hadits seperti Uwais Al-Qarni atau selainnya." 

Imam Al-Faqih Al-Muqadam bernah berkata kepada kaumnya, ’’Kedudukanku terhadap kalian seperti kedudukan Nabi Muhammad kepada kaumnya’’. Berkata As-Syeikh Al-Kabir Abu Al-Ghaits Ibnul Jamil, ’’Derajat kami tidak akan menyamai derajat Imam Al-Faqih Al-Muqadam, terkecuali hanya setengahnya saja’’. Dalam salah satu kalimat yang ditulisnya kepada gurunya Syeikh Sa’aduddin, Imam Al-Faqih Al-Muqadam bekata ‘’Aku telah di mi’raj-kan ke Sidratul Muntaha sebanyak tujuh kali ( diriwayat lain dua puluh tujuh kali). 

Diantara karamah-karamah yang nampak pada diri beliau adalah ketika anak beliau Ahmad mengikuti beliau ke suatu wadi di pertengahan malam, maka sesampainya di wadi tersebut beliau berdzikir dengan mengeluarkan suara, maka batu dan pohon serta mahluq yang ada di sekeliling tempat itu semuanya ikut berdzikir. Beliau juga dapat melihat negeri akhirat dan segala kenikmatannya hanya dengan melihat di antara kedua tangannya, dan melihat dunia dengan segala tipu dayanya melalui ke dua matanya. Di antara sikap tawadhunya, beliau tidak mengarang kitab-kitab yang besar, akan tetapi ia hanya mengarang dua buah kitab berisi uraian yang ringkas. Kitab tersebut berjudul : Bada’ia Ulum Al Muksysyafah dan Ghoroib Al Musyahadat wa Al Tajalliyat. Kedua kitab tersebut di kirimkan kepada salah satu gurunya Syeikh Sa’Adudin Bin Ali Al Zhufari. Setelah melihat dan membacanya, ia merasa takjub atas pemikiran dan kefasihan kalam Imam Muhammad Bin Ali. Kemudian surat tersebut di balas dengan menyebutkan di akhir tulisan suratnya : ‘’Engkau wahai Imam, adalah pemberi petunjuk bagi yang membutuhkannya’’. Imam Muhammad Bin Ali pernah ditanya tentang 300 macam masalah dari berbagai macam ilmu, maka beliau menjawab semua masalah tersebut dengan sebaik-baiknya jawaban. 

Beliau seorang yang gemar bersedeqah sebanyak dua ribu ratl kurma kepada yang membutuhkannya, memberdayakan tanah pertaniannya untuk kemaslahatan umum. Beliau juga menjadikan isterinya Zainab Ummul Fuqara sebagai khalifah beliau. Rumah beliau merupakan tempat berlindung bagi para anak yatim, kaum faqir dan para janda. Jika rumah beliau kedatangan tamu, maka ia menyambut dan menyediakan makanan yang banyak, dimana makanan tersebut tersedia hanya dengan mengangkat tangan beliau dan para tamu untuk berdoa dan memohon kepada Allah swt. Sebagaimana sabda rasulullah saw :''Sesungguhnya para saudaraku jika ia mengangkat tangannya untuk memohon makanan, maka akan tersedia makanan tersebut dalam jumlah yang banyak''. 

Beliau, Al-Faqih Al-Muqaddam, pernah berkata, "Aku terhadap masyakaratku seperti awan." Suatu hari dikisahkan bahwa beliau pernah tertinggal pada saat ziarah ke kubur Nabiyallah Hud alaihis salam. Beliau berkisah, "Pada suatu saat aku duduk di suatu tempat yang beratap tinggi. Tiba-tiba datanglah Nabiyallah Hud ke tempatku sambil membungkukkan badannya agar tak terkena atap. Lalu ia berkata kepadaku, 'Wahai Syeikh, jika engkau tidak berziarah kepadaku, maka aku akan berziarah kepadamu.'" 

Dikisahkan juga bahwa pada suatu saat ketika beliau sedang duduk-duduk bersama para sahabatnya, datanglah Nabi Khidir alaihis salam menyerupai seorang badui dan diatas kepalanya terdapat kotoran. Bangunlah Al-Faqih Al-Muqaddam, lalu mengambil kotoran tersebut dari kepalanya dan kemudian memakannya. Kejadian tersebut membuat para sahabatnya terheran-heran. Akhirnya mereka bertanya, "Siapakah orang itu?." Maka Al-Faqih Al-Muqaddam menjawab, "Dia adalah Nabi Khidir alaihis salam." 

Beliau, Al-Faqih Al-Muqaddam, banyak menghasilkan para ulama besar di jamannya. Beberapa ulama besar berhasil dalam didikan beliau. Yang paling terutama adalah dua orang muridnya, yaitu Asy-Syeikh Abdullah bin Muhammad 'Ibad dan Asy-Syeikh Sa'id bin Umar Balhaf. Selain keduanya, banyak juga ulama-ulama besar yang berhasil digembleng oleh beliau, diantaranya Asy-Syekh Al-Kabir Abdullah Baqushair, Asy-Syeikh Abdurrahman bin Muhammad 'Ibad, Asy-Syeikh Ali bin Muhammad Al-Khatib dan saudaranya Asy-Syeikh Ahmad, Asy-Syeikh Sa'ad bin Abdullah Akdar dan saudara-saudara sepupunya, dan masih banyak lagi. 

Beliau wafat pada tahun 653 H, pada malam Jum’at akhir dari bulan Dzulhijjah. Jasad beliau disemayamkan di pekuburan Zanbal, di kota Tarim. Banyak masyarakat yang berduyun-duyun menghadiri prosesi pemakaman beliau. Beliau meninggalkan 5 orang putra, yaitu Alwi, Abdullah, Abdurrahman, Ahmad dan Ali. Radhiyallohu anhum wa ardhah... 
[Disarikan dari Syarh Al-Ainiyyah, Nadzm Sayyidina Al-Habib Al-Qutub Abdullah bin Alwi Alhaddad Ba'alawy, karya Al-Allamah Al-Habib Ahmad bin Zain Alhabsyi Ba'alawy]

Allahumma Shalli ‘ala Ruuhi Sayyidina Muhammadin fil arwah, wa ‘ala jasadihi fil ajsad, wa ‘ala qabrihi fil qubur, wa’ala alihi wa shahbihi wasallim.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar